SEBUAH BIOGRAFI: RUMPHIUS , ILMUWAN BUTA YANG BISA MELIHAT
Pernah mendengar nama Newton atau Graham Bell? Pasti tidak asing atau bahkan sering dijumpai dalam buku-buku sains saat di bangku sekolah. Lalu, bagaimana dengan sosok Rumphius? Baru pertama kali mendengarnya kan? Padahal ilmuwan ini adalah ahli botani terkemuka pada masanya, karya-karyanya bisa dibilang masterpiece dan menjadi acuan untuk para peneliti dunia.

Pernah mendengar nama Newton atau Graham Bell? Pasti kedua nama tersebut sangat tidak asing atau bahkan sering dijumpai dalam buku-buku sains saat di bangku sekolah. Ya, mereka adalah penemu hukum Gaya Gravitasi dan Penemu Lampu atau Listrik. Lalu, bagaimana dengan sosok Rumphius? Baru pertama kali mendengarnya kan? Padahal ilmuwan ini adalah ahli botani terkemuka pada masanya, karya-karyanya bisa dibilang masterpiece dan menjadi acuan untuk para peneliti dunia. Ingin tau lebih mengenai siapa sosok Rumphius? Yuk kita kenalan dengan bapak ilmuwan satu ini.
Georg Everhardus Rumphius atau bernama Asli Georg Eberhard Rumpf, lahir di Hanau Jerman pada 1627. Ia merupakan anak dari pasangan Jerman-Belanda. Ayahnya yang Jerman merupakah seorang insinyur, dan dari beliaulah Rumphius mempelajari matematika, bahasa latin dan teknik menggambar mekanik. Namun sayangnya Rumphius muda lebih tertarik untuk berpetualang ke negeri-negeri jauh. Hingga saat usia 18 tahun ia pernah terdampar dan menjadi tawanan Portugis saat dikontrak oleh West Indische Compagnie (WIC) untuk dikirim ke Pernambuco, di bagian timur-laut Berazil.
Di tahun 1653, Ia masuk dinas militer Belanda sebagai serdadu Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dan diberangkatkan ke Batavia untuk kemudian ditugaskan di Ambon. Keindahaan alam tropis Ambon rupanya menyedot perhatian Rumphius muda. Ia pun menikah dengan wanita lokal yang bernama Susanna dan mulai mempelajari kehidupan flora dan fauna di sekitarnya. VOC yang melihat bakat terpendam ini kemudian membebastugaskan Rumphius dari dinas kemiliteran –saat itu Rumphius telah berhasil menjabat sebagai opperkoopman (juru dagang Senior di Ambon)- dan sekaligus memulai kiprahnya sebagai peneliti dan ilmuwan. Ia kelak akan dikenal sebagai pakar botani, penulis Herbarium Amboinense atau Kitab Jamu-jamuan Ambon (1741) dan D'Amboinsche Rariteitkamer alias Kotak Keajaiban Pulau Ambon (1705). Kedua mahakaryanya itu dilengkapi dengan ilustrasi yang indah disertai detail yang sangat akurat bahkan ditulis dalam bahasa Latin dan bahasa Belanda, dan hingga kini pun mahakaryanya itu banyak menjadi sumber rujukan.
Sosok Rumphius sepertinya ditakdirkan memiliki kehidupan yang banyak dirundung kemalangan. Pada tahun 1670 saat usianya 43 tahun, ia mengalami kebutaan total akibat glaukoma. Segala proses penelitian dan pengumpulan data kemudian dibantu oleh istri dan anaknya. Rumphius melanjutkan risetnya dengan mengenali tumbuhan lewat rabaan, aroma, usapan dan sentuhan jarinya dengan salah satu anaknya yang bernama Paulus Augustus sebagai juru gambar. Hal ini pula yang membuatnya dijuluki ‘Orang Buta berpandangan jauh”.
Kemalangan seolah benar menghantui hidup Rumphius, selanjutnya pada 17 Februari 1674 bencana gempa bumi dahsyat disertai tsunami melanda Ambon dan menewaskan lebih dari 2.200 orang termasuk isteri dan salah satu anaknya. Tiga belas tahun berselang musibah besar kembali terjadi. Kebakaran hebat membuat ratusan lembar kertas berisi catatan dan gambar-gambar yang ia kerjakan selama bertahun-tahun musnah dilalap api. Pelan-pelan, dengan bantuan juru tulis dan juru gambar yang digaji VOC, Rumphius mengerjakan ulang naskah-naskahnya yang terbakar.
Karya Pertamanya berhasil diselesaikan pada tahun 1690 yakni manuskrip herbarium yang kemudian dikirim ke Belanda namun tak pernah sampai karena ditenggelamkan angkatan laut Perancis. Butuh bertahun-tahun hingga akhirnya semua naskah berhasil terkumpul dan sayangnya VOC tidak langsung menerbitkannya karena alasan ‘keamanan’. Hingga akhirnya pada 1741 seorang botanis Belanda Johannes Burmann menyunting dan menerbitkan Herbarium Amboinense dalam enam jilid, 40 tahun setelah meninggalnya Rumphius di tanah Ambon pada 15 Juni 1702. Sayang sekali hingga akhir hayatnya, Ia tidak pernah melihat dan menyentuh buku-buku hasil kerja keras seumur hidupnya. Hanya satu buku yang berhasil diterbitkan saat ia masih hidup, yakni laporannya yang berjudul “Waerachtigh Verhael van der Schierlijke Aerdbevinge” (Kisah Nyata tentang Gempa Bumi yang Dahsyat), yang dicetak tahun 1675. Nama Rumphius memang tidak setenar ilmuwan asing lainnya, namun karyanya banyak digunakan oleh para pakar tanaman dan hewan setelahnya sebagai acuan dan rujukan, secara tidak langsung ia merupakan pionir riset botani di Nusantara.
Untuk mengenang sosok Rumphius kemudian dibangun Monumen Rumphius di Ambon. Selain itu terdapat perpustakaan Rumphius yang memuat catatan enam mahakarya Rumphius yang berhasil diterbitkan yang tersimpan rapih hingga saat ini. Keenam karya tersebut yakni, Herbarium Amboinense terbit 1741, D’Amboinsche Ratreitkamer terbit 1705, Amboinsche Dierbook ditulis pada 1695 dalam bentuk salinan, D’Ambonsche Land-Beschrijving ditulis pada 1679, De Ambonensche Historie ditulis pada 1679, dan Waerachtigh Verhael van de Schrickelijcke Aerdtbevnge yang terbit pada 1675.
Sumber: dari berbagai sumber